‘Suatu hari nanti, kalo gue sukses , lo harus nulis buku tentang gue’.
Ah, itu kata-kata dari seorang temen saya. Kata-kata
sederhana, tapi penuh makna.
Setelah kurang lebih dua tahun tidak bertemu, akhirnya kami
sempat bertemu lagi.
Jika saya menulis tentangnya hari ini, ini bukan karena dia
sudah sukses, tapi ini adalah langkah awal dia.
Menurut saya, orang yang bisa membakar semangat, memberi
inspirasi, membuka pola pikir, selain ayah saya, ya dia!
Ga tau ide-ide berlian , kata-kata mutiara yang ia muntahkan
dapet dari mana, tapi setiap kami bertemu dan berbincang-bincang, saya merasa
seperti baru diisi bensin. Saya selalu semangat lagi melihat cita-cita saya.
Mungkin bohong kalo saya bilang ga tau. Dia bisa sebijak itu
saya yakin karena banyak membaca buku. Betapa buku memberi banyak sekali
pengaruh terhadap dirinya.
Oke, dia mungkin saat ini tidak kuliah, tapi dari matanya,
dari cara bicaranya yang penuh rasa optimis, penuh rasa percaya diri, saya bisa
merasakan cita-cita yang besar yang terus mencambuk dirinya, mengikis dirinya,
dan kelak akan membentuk dirinya menjadi seseorang yang besar.
Andreas Ardi Pradana.
Seseorang yang saya kenal sejak saja lulus SMA. Setiap tahun dirinya selalu
berkembang dan memiliki banyak perubahan, kecuali dalam hal... cinta.
Seseorang bisa optimis, selalu positif, selalu bisa mengontrol
emosi, menenangkan pikiran dalam banyaknya lika-liku kehidupan ternyata (pernah)
gagal mengontrol hatinya.
Bayangkan, kurang lebih tiga tahun ia hidup dalam
bayang-bayang seorang wanita tanpa bisa berkembang.
Banyak hati yang mesti terluka karena menjadi pelampiasan
kekecewaannya.
Tahun 2014 ini, saat kami bertemu, dengan semangat ia
bercerita bahwa ia sudah mengalami move-on
nya, setelah tiga tahun ia hanya hidup dengan suasana ‘terjebak nostalgia’
(lagu Raissa dong?).
Awalnya saya tidak percaya ada orang sinting yang susah move-on dari pacarnya, ada orang pintar
jadi bodoh karena cinta. Tapi setelah melihat teman saya ini, terlebih dengan
adanya kasus Ade Sarah yang dibunuh dan dibuang di tol Bintara, dan juga
kasus-kasus pembunuhan dan penyiksaan karena susah move-on lainnya, saya jadi percaya kalau cinta seringkali bisa
bikin orang jadi stupid.
Seseorang pernah bilang pada saya, saat kita masih muda
seharusnya kita menikmati masa-masa muda kita untuk mengenal lawan jenis.
Sekalipun kita pacaran, kita tidak boleh terikat untuk tidak berteman dengan
lawan jenis kita. Sekalipun kita pacaran dan kemudian putus, kita harus mudah
beradaptasi dan menghapus rasa sakit itu dan pindah ke.... hati berikutnya.
Kalau hanya terjebah dalam satu orang, yang setelah putus
melupakan kita, dimana ternyata orang tersebut juga belum tentu jodoh kita,
bagaimana mungkin kita bisa menemukan seseorang yang sudah diciptakan Tuhan
untuk mendampingi kita?
Tapi meskipun kekuarangannya itu, saya akui saya bangga
sekali dengan teman saya yang satu ini.
Saya selalu merasa nyaman berbincang-bincang dengannya
tentang kehidupan, tentang cita-cita.
Saat saya bertemu dengannya, saya rasanya ingin bertemu
Tuhan dan mengatakan ‘Tuhan, Tuhan harus
lihat dia. Tuhan harus membentuk dia lebih keras lagi. Dia layak Engkau jadikan
seseorang yang luar biasa. Dia layak Engkau jadikan besar. Pahat dia seperti
batu yang akan dijadikan patung yang mahal, Asah dia seperti kapak yang akan
digunakan untuk memberi penghasilan yang banyak. Dia layak menerima berkat Mu
itu. Saya percaya dia layak.’.