Hai,
akhirnya aku mendapat inspirasi lagi untuk menulis.
Aku
terinspirasi dari buku ‘Dilan’ karya Pidi Baiq, yang menceritakan tentang kisah
‘seseorang’. Dimana sampai sekarang aku sendiri masih bingung, apakah dia hanya
fiksi, ataukan dia nyata?
Terlepas
dari siapa tokoh Dilan, kali ini aku jadi ingin menceritakan tentang Lika Liku
kehidupan Lika.
Lika adalah
teman ku. Tunggu. Umurnya sebenarnya jauh dari umurku. Belakangan aku mulai
mennyadari, tanpa sengaja ternyata aku sudah memperlakukan dia sepeti adikku
sendiri. Beberapa kali saat kami makan bersama, aku reflek marah padanya saat
dia terlalu banyak memakan sambel. Itu aku lakukan karena aku ingin menjaganya.
Dia sering mengalami sakit lambung, aku tau dengan pasti sambel merupakan musuh
terbesar!
Aku juga
beberapa kali marah padanya jika dia mulai tidak teratur makan, atau bahkan
tidak makan demi menghemat uangnya. Bukan apa-apa, masalahnya aku tau sekali,
sakit lambung itu tidak enak, dan berbahaya.
Aku bangga
padanya. Dia bukan anak kota. Dia bukan anak yang berlatar belakang ekonomi
mampu. Tapi kalimat ‘Bisa karena mau’
itu berlaku bagi dia. Dia adalah anak yang mau belajar. Anak yang mau maju.
Dengan gaji yang tidak besar, dia bisa menabung untuk kuliah. Dia punya semangat
yang besar untuk kuliah dan belajar. Dia punya semangat yang besar untuk
kembali ke kampungnya dengan membawa ilmu untuk perubahan bagi kampungnya.
Orang tua Lika bekerja sehari-hari sebagai petani. Suatu hari saat kami sedang
makan siang bersama, Lika pernah bercerita padaku bahwa Indonesia adalah negara
yang aneh. Makanan pokok masyarakat di Indonesia adalah nasi, namun Petani,
orang yang membuat nasi itu ada, 1ustru merupakan orang yang miskin di
Indonesia. Penjual beras bisa kaya, mengapa pembuat beras tidak kaya. Aneh kan?
Aku belum
terlalu paham mengenai permasalahan ini. Entah kenapa aku sangat tertarik untuk
mulai mencari tahu, mengapa petani kita masih miskin padahal NASI adalah
makanan utama di negara kita. Mungkin lain waktu aku harus ke kampung Lika dan
melihat sendiri bagaimana NASI dibuat.
Beralih
kembali ke kisah tentang Lika. Kalau boleh jujur, pertama kali aku bertemu dengannya,
dia adalah anak yang polos dan bisa dimainin oleh siapapun. Aku beberapa kali
mengajarinya bagaimana bersikap cuek dan mmilih mana orang yang bisa kita bantu
dan mana yang tidak perlu kita bantu. GOTCHA! Seperti yang aku bilang diawal,
dia anak yang mau belajar, sehingga ajaranku pun dengan cepat dia praktikkan.
Bukannya aku sok jago, hanya saja aku paling tidak suka jika ada anak yang
ditindas. Baik bukan berarti bisa dimanfaatkan!
Yang paling
aku suka dari Lika, meski usianya masih muda pemikirannya cepat matang. Aku
suka saat dia memutuskan pasangannya dengan alasan beda pemikiran. Tepatnya
memang tidak seperti itu, tapi kurang lebih seperti itu. Sekarang dia sedang
berpikir bahwa pacaran hanya membuang-buang waktu dan uang. Untuk apa kita
pacaran kalau dengan berteman kita bisa mengenal pria itu? Buat apa kita
pacaran kalau kita tidak tau apa tujuan kita pacaran. Perasaan bukan
satu-satunya yang bisa membuat kita bahagia. Pacar bukan satu-satunya orang
yangg harus kita pikirkan. Perlu selalu diingat kita punya orangtua yang
membesarkan kita sehingga kita bisa berdiri sendiri. Jadi kalau kita tidak tahu
untuk apa kita pacaran, lebih baik kita membuang waktu kita untuk menyenangkan
orang tua kita.
Itu sedikit
cerita tentang Lika. Semoga kalian bisa mengambil beberapa pelajaran yang sudah
aku sharingkan kepada Lika ya! Salam sukses!