Selama setahun saya kuliah di jurusan Broadcast Fikom UNPAD,
saya jarang menyimak apa yang dibicarakan oleh dosen.Kebanyakkan dosen yang
mengajar dikelas saya hanya membacakan tulisan yang ada di slide. Sekalinya ada
yang tidak pakai slide, dan menceritakan pengalamannya, seringkali terasa
membosankan, karena kalau bukan ngomongnya yang terlalu cepat dan ga ada
jedanya, ngomongnya berbelit-belit dan sering info yang sama di ulang
berkali-kali, atau ngomongnya ngalor ngidul ga sesuai dengan mata kuliah yang
ia ajarkan.
Selain memperhatikan omongan dosen, yang jarang saya lakukan
sebelumnya adalah mengerjakan tugas rumah dengan serius.
Biasanya saya mengerjakan tugas rumah hanya terfokus pada ‘nilai’
! ‘ya udah, dikerjain aja sesuai petunjuk, terus kumpulin dan dapet nilai yang
bagus’. Seringkali saya tidak memperhatikan salah penulisan, salah penggunaan
bahasa, dan lainnya, karena saya merasa dosen tidak pernah serius memeriksa
tugas saya yang berupa tulisan.
Namun smester empat ini ada yang berbeda, setelah kami
mendapatkan matakuliah WAWANCARA RADIO & TELEVISI yang diajarkan oleh Bapak
Sahala, yang biasa kami panggil Abang, mengerjakan tugas menjadi sesuatu yang
serius, dan memiliki nilai yang hampir sama dengan ujian UTS dan UAS. Mengapa
demikian?
Kalau biasanya minggu I dosen memberokan tugas dan
dikumpulkan pada minggu ke 2, kita tidak tahu, apakah beliau memeriksa tugas
kita, atau hanya sekedar rutinitas kuliah, menurut mahasiswa jurusan Jurnalistik
Fikom UNPAD, Abang akan memeriksa tugas
kami dengan teliti. Dan ternyata memeriksa tugasnya bahkan dilakukan didalam
kelas, didepan kami, dan langsung menjelaskan mana yang salah mana yang benar.
Awalnya semua terasa menegangkan. Takut kalau salah, takut
disuruh ulang, tapi saat Abang mengatakan ‘kita belajar dari kesalahan’, saat
saya mepresentasikan apresiasi saya dan ternyata paragraf pertama dari
apresiasi saya pada buku Terampil Wawancara
saya salah, saya merasa tenang dan tidak lagi takut salah. Namanya juga
belajar, di kampuslah tempat kita bisa salah banyak dan dikoreksi, kalau di lapangan
pekerjaan kita salah, tentu saja kita dipecat.
Saat Abang mengajar saya sangat tertarik utnuk selalu
menyimaknya, karena ilmunya yang dia bagi sangat menarik dan sangat penting
untuk diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, seperti salah satu yang sering ia
ajarkan adalah bagaimana menggunakan bahasa yang baik dalam kegiatan
sehari-hari, dan bagaimana mengkritisi penggunaan bahasa yang salah.
Sejujurnya, saya pribadi juga masih sering menyepelekan
penggunaan bahasa dalam tulisan-tulisan saya, dan dalam percakapan sehari-hari
dengan sekitar saya. Padahal kalau saya pikir-piir, kalau bukan kita, sebagai
warga negara Indoneisa, yang menggunakan bahasa kita dengan baik dan benar,
lantas siapa lagi??
Abang adalah dosen yang sebenarnya, seandainya semua dosen
memiliki pemikiran seperti Abang, pasti mahasiswa akan lulus dengan baik, tidak
hanya pintar secara teori, namun juga dalam praktek. Tidak hanya punya ilmu,
namun juga bermoral baik. Tidak hanya melihat media secara mentah namun juga bisa mengkritisinya. Penting
bagi kita (terutama mahasiswa komunikasi) untuk mengkritisi informasi yang
disiarkan oleh media.
Mungkin bagi mahasiswa yang lain, mengerjakan tugas Abang
merupakan sebuah masalah besar. Banyak yang mengeluh karena Abang selalu rutin
tiap minggu memberikan tugas kepada kami. Namun, bagi saya, mengerjakan tugas
Abang adalah hal yang menyenangkan. Banyak yang saya dapat dari buku yang di rekomendasikan
oleh Abang mengenai menjadi jurnalis yang baik. Selain itu, sejak mendapat
tugas dari Abang, saya mera waktu saya selama di Jatinangor menjadi berarti dan
berisi, tidak hanya berlalu begitu saja, karena yang saya pikirkan adalah ‘memang
apa lagi yang mau dikerjakan oleh Mahasiswa yang merantau selain belajar,
ngerjain tugas selama di kostan??’.
Penilaian untuk tulisan ini bisa hubungi : @dianalidiia
(twitter)
Facebook : Diana Lidya Ekaputri
Email : diana.sitanggang@gmail.com
Mantab Broo************************************
BalasHapus