Satu kata mampu merubah segalanya..
Merubah 2 tahun yang indah menjadi mimpi buruk.
Merubah kebersamaan menjadi perpisahaan
Merubah cinta menjadi benci
PUTUS
Apa yang membuat
sepsang kekasih berpisah? Yup! Kata Putus!
Kata putus pula yang akhirnya membuat persaan fall in love setiap hari menjadi perasaan galau berkepanjangan.
Perasaan itu yang saat ini sedang dialami oleh Febi.
Dari awal ia mengucapkannya, ia tidak benar-benar yakin akan
keputusannya. Ia masih mencoba memperbaiki hhubungannya, menerima ajakan jalan
pria yang selama ini mewarnai hidupnya, sampai akhirnya tanggal 14 Februari...
Saat itu Febi menanti sebuah suprise. Wanita mana yang tidak berharap ada moment indah terjadi di hidupnya pada hari valentine? Seminggu sudah wajahnya di penuhi senyum-senyum manis setiap kali ia berkomunikasi dengan prianya. Meskipun saat itu hubungan mereka mulai goyah, Febi berharap, tanggal 14 February akan merubah segalanya.
Tanggal 13 February, harapan yang ia pegang selama seminggu
haru ia tepis agar ia tidak semakin kecewa. Bagaimana tidak? Ajakan jalan, atau
sekedar bertemu tidak juga ia terima dari pria. Seandainya saat itu hubungan
mereka sedang baik-baik saja, masalah seperti ini tidak akan menjadi masalah
besar. Hanya saja, ia terlanjur berharap bahwa tanggal 14 akan menjadi awal
untuk memulai kembali sesuatu yang terlanjur retak karena termakan oleh waktu.
Agar Febi tidak terlalu memikirkannya tepat tanggal 13
malam, ia memutuskan untuk pergi ke sebuah undangan pesta pernikahan sahabatnya
di tanggal 14 Februari.
14 Februari, Valentine day’s, and she was still hopping....
Dalam perjalanan menuju pesta temannya di pagi hari, Febi
masih gelisah memegang handphonenya. Saat ia sudah hampir sampai ke lokasi yang
dituju, handphonenya bergetar, menandakan ada yang menelepon. Dengan ragu, Febi
melihat layar handphonenya, dan nama orang yang ditunggu terbaca di layar
tersebut.
Darimana datangnya keraguan, sehingga Febi enggan mengankat
telepon tersebut. Meski otaknya merintah untuk tidak menjawab, namun hati
selalu memberi toleransi kepada kekecewaan. Sekalipun kadang logika terasa
benar, namun hati ternyata tetap berani menghadapi sekalipun beresiko
menyakitkan.
“Ya...?” Jawab Febi pada penelepon. Entah mengapa suaranya
mulai terdengar seperti she didn’t care..
“Lagi dimana?” Jawab penelepon.
“Dijalan, mau ke pernikahan teman..”
“Oh gitu, sampai malam kah?”
“Ga tau, udah ya, sudah mau nyampe, handphonnenya lagi mau
dipakai ngelihat waze”
Telepon ditutup....
1 detik..
1 menit..
Rasa penyesalan mulai menjalar dalam otak, merasuk, dan
merusak pikiran yang semula sudah baik-baik saja.
Mengapa begitu gengsi untuk mengatakan ‘ingin bertemu’?
Apakah semua wanita mengalami hal ini?
Sepanjang hari itu Febi kembali menunggu telepon pria yang
diharapkannya. Namun sayang, ternyata kata-kata orang bahwa ‘kesempatan tidak
datang dua kali’ berlaku untuknya saat itu. Sampai malam tiba, dan ia harus
menjaga rumah sendiri karena orangtuanya pergi, ia menghabiskan malamnya dengan
air mata penyesalan sambil (masih) berharap handphonne itu kembali dihubungi
oleh pria tersebut.
Harapan tinggal harapan, bahkan sampai mata itu tertutup
karena lelah, handphone itu tetaplah hening, seperti hati pemiliknya.
Seminggu setelah
tanggal 14 February.
Febi masih berharap ada yang memperbaiki keretakkan.
Bukankah baru retak, belum pecah? Namun entah mengapa, wanita selalu bertahan
pada gengsinya. Ketidak jelasan semakin ia hadapi. Ingin memulai, namun ia
terlalu memegang gengsinya. Memalukan memang. Entah datang dari mana teori
bahwa pria yang harus mengejar, pria yang harus memulai.
Tidak kuat menanti, terlalu lelah menunggu, akhirnya Febi
memberanikan diri untuk bertanya ‘Bagaimana hubungan ini sebenarnya’, dan pria
itu menjawab ‘Gue setuju, kita akhiri saja’. Dengan berat hati Febi menulis
kata ‘Oke’.
Oke
Oke bisa didefinisikan bahwa wanita itu berusaha tegar
menerimanya.
Oke bisa juga didefinisikan bahwa wanita itu terlalu lelah
untuk memperjuangkannya.
Oke bisa didefinisikan bahwa wanita itu menerima dengan suka
cita semuanya.
Oke bisa juga didefinisikan dengan ketidak pedulian.
Setelah mengetik kata ‘Oke’, Febi membiarkan hatinya sakit,
tubuhnya lemah, dan pikirannya memakinya dengan segudang teori-teori yang
membuatnya menyesal selama beberapa waktu, sampai akhirnya ia memutuskan untuk
bangkit dan melupakan semuanya.
Sepanjang dua tahun yang indah, meskipun ada masalah
diantara mereka, entah mengapa yang kali ini terasa menyakitkan. Ya, dia yang sering
memulai mengucapkan kata putus itu, namun
entah mengapa yang kali ini terasa begitu melukai hatinya. Febi mulai menutup
hatinya rapat-rapat. No one can touch her
heart selain Tuhan yang menyayanginya dan tak pernah mengecewakannya.
0 komentar:
Posting Komentar